Misteri Terowongan dan Bunker di Bawah Batavia
Misteri Terowongan-Terowongan dan Bunker di Bawah Batavia (Kota Jakarta)
Terowongan ada dibawah menara
Syahbandar yang kini lebih dikenal dengan sebutan menara miring itu,
terus terhubung dengan Benteng Frederik Hendrik di taman Wilhelmina Park
Oud Fort dan benteng bawah tanahnya, lalu diibongkar dan kini menjadi
mesjid Istiqlal Jakarta. Selain itu juga ada terowongan dibawah gedung
Stadius bahkan bungker di Stasiun Kereta Api Tanjung Priok.
Menelisik Jakarta tempo dulu memang
mengundang decak kagum. Kota yang dulu pernah dinamai Batavia ini hingga
kini masih menyimpan banyak misteri yang belum terungkap.
Bicara soal Jakarta tempo dulu memang
tidak bisa dilepaskan dari bangunan-bangunan peninggalan Belanda. Hingga
kini beberapa bangunan Belanda masih bertengger kokoh, namun ada juga
yang sudah terbengkalai.
Bangunan yang diyakini ada namun kini
tidak terurus adalah terowongan yang menghubungkan Menara Syahbandar
dengan Masjid Istiqlal dan juga Museum Fatahillah. Benarkah ada
terowongan tersebut?
Penjara Bawah Tanah di Menara Syahbandar
Menara Syahbandar yang disebut juga Uitkijk Post,
didirikan pada tahun 1839 dan berada di tepi barat muara Sungai
Ciliwung atau tepatnya kini terletak di Jalan Pasar Ikan No.1, Jakarta.
Disebut Uitkijk Post atau menara
pemantau, karena menara ini digunakan untuk memantau seluruh wilayah
baik ke arah Pelabuhan Sunda Kelapa dan laut lepas di sebelah utara
maupun ke arah Kota Batavia di sebelah selatannya.
Kepala Seksi Koleksi dan Perawatan Museum
Bahari Unit Pengelolaan (UP) Dinas pariwisata, M. Isa Ansyari
menunjukkan ruang bawah tanah tersebut.
Sebelum dipugar, menara ini juga pernah dijadikan Kantor Komando Sektor Kepolisian (Komseko).
Bahkan ruang bawah tanah atau bunker di bawah Menara Syahbandar pernah dijadikan sebagai penjara di awal kemerdekaan.
“Pada tahun 1949, beberapa tahun setelah
merdeka, menara ini pernah menjadi kantor polisi pada waktu itu,” ujar
Isa di Menara Syabandar, Jakarta Utara, Selasa (30/7/13).
Dahulu mereka yang dianggap penjahat karena berulah di pelabuhan ditempatkan di sel bawah tanah ini.
Ruang bawah tersebut dijadikan penjara karena saat itu belum ada bangunan yang memadai di sekitar pelabuhan.
Selain itu di bawah menara Syahbandar atau kini lebih sering disebut “menara miring”, ada sebuah bungker atau ruang bawah tanah.
Terowongan Bawah Tanah antara Menara Syahbandar dan Istiqlal Jakarta
Pemerintah kolonial Belanda diyakini
pernah membangun sebuah terowongan tepat di bawah menara Syahbandar yang
kini lebih dikenal dengan sebutan menara miring itu.
Terowongan tersebut terhubung dengan
Benteng Frederik Hendrik di taman Wilhelmina Park Oud Fort dan benteng
bawah tanah, yang kemudian dibongkar dan dibangun sebuah Masjid yang
kini disebut Istiqlal.
“Kalau mau kita telusuri, ada di bawah
Menara Syahbandar dan terowongan itu dalam keadaan terkunci. Saya
sendiri dapat informasi dari sebuah buku mengenai jalur bawah tanah di
bawah Menara Syahbandar yang bisa tembus sampai mesjid Istiqlal,” ujar
Wali kota Jakarta Utara, Bambang Sugiyono.
Bambang mengaku, mendapat informasi itu
dari penjaga museum Bahari di kawasan Menara Syahbandar. Di bawah Menara
Syahbandar ada pintu besi yang merupakan lorong atau terowongan menuju
yang dulunya Benteng Frederik Hendrik atau sekarang Masjid Istiqlal.
Di dalam bungker tersebut juga ada sebuah pintu besi yang merupakan pintu masuk terowongan penghubung ke Stadhuis
atau yang saat ini lebih dikenal sebagai “Museum Sejarah Fatahillah
Jakarta” dan juga ke benteng yang sama yaitu “Benteng Frederik Hendrik”
(sekarang Mesjid Istiqlal).
Museum Fatahillah yang juga dikenal
sebagai Museum Sejarah Jakarta atau Museum Batavia adalah sebuah museum
yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat dengan luas
lebih dari 1.300 meter persegi.
Gedung ini dulu adalah Stadhuis atau
Balai Kota, yang dibangun pada tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur
Jenderal Johan Van Hoorn.
Bangunan balaikota itu serupa dengan
Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di
bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai
kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai
sebagai penjara.
Pada tanggal 30 Maret 1974, gedung ini
kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah. Saat ini pintu besi
menuju terowongan itu sudah ditutup, untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan.
Namun ketika disinggung soal adanya
ruangan bawah tanah yang konon menyambung hingga mesjid Istiqlal,
Jakarta Pusat, menurut Isa petugas Kepala Seksi Koleksi dan Perawatan
Museum Bahari Unit Pengelolaan (UP) Dinas pariwisata, hal itu dibantah
dan hanya isapan jempol.
Menurutnya tidak ada terowongan yang menghubungkan Menara Syanbandar dengan Masjid Istiqlal.
“Tak ada itu, menara Syahbandar digunakan
untuk pemerintah Hindia Belanda untuk menjadi benteng pengawas bagi
kapal laut yang masuk melalui pesisir utara,” ujar Isa, Kepala Seksi
Koleksi dan Perawatan Museum Bahari Unit Pengelolaan (UP) Dinas
pariwisata.
Awalnya, menara Syahbandar dulunya
memiliki tinggi menara sekitar 40 meter. Pada tahun 1839 didirikan
menara baru sebagai pengganti menara yang lama.
Menara ini kemudian direnovasi bersamaan dengan pemugaran bangunan gudang-gudang yang dijadikan Museum Bahari.
Ruangan dengan lebar 8 meter dan panjang
10 meter di dalamnya hanya terdapat tempat duduk yang ditembok setinggi
setengah meter dengan luas 5 x 5 meter. Sekarang isinya hanya sebuah
lampu neon yang menyala pada bagian pojok ruangan.
Kabar perihal adanya terowongan menara
Syahbandar itu hingga kini masih simpang siur. Ada yang menyakini
keberadaaannya, namun ada juga yang tidak percaya.
Terowongan dan Bunker di bawah Stasiun Tanjung Priok
Stasiun Tanjung priok dibangun tahun 1914
pada masa kolonial Belanda yang saat itu dipimpin oleh Eidenberg, lalu
diresmikan pada tanggal 6 April 1925. Kemudian dimulailah penggunaan
kereta rel listrik (KRL) pertama dengan rute Stasiun Tanjung Priok ke
Stasiun Jakarta Kota (Beos).
Pada masa itu, stasiun ini merupakan
“pintu gerbang” Jakarta bagian utara sebagai tempat singgah semantara
karena ramainya kedatangan para tamu dari Eropa yang baru saja tiba di
Batavia dengan kapal laut-kapal laut yang merapat di pelabuhan Tanjung
Priok.
Di lantai dua atau dilantai atas Stasiun
juga terdapat kamar-kamar, ruangan-ruangan dan bar untuk para tuan-tuan
Belanda yang akan menginap saat mereka masih menunggu jadwal
transportasi untuk masuk ke pusat kota Batavia atau sebaliknya, yaitu
menunggu jadwal keberangkatan kapal laut menuju ke Eropa.
Jadi Stasiun Tanjung Priok ini dulunya
multifungsi, karena terdapat juga ruangan-ruangan mirip hotel untuk
sekedar menginap sementara, atau pada masa sekarang mirip Hotel Transit.
Pada tahun 2000 stasiun ini berhenti
beroperasi karena berubahnya manajeman di PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Stasiun yang sempat mendapat gelar sebagai stasiun terbesar di Asa
Tenggara ini kemudian beroperasi kembali pada tanggal 28 Maret 2009.
Sejalan dengan waktu, masa kini, ternyata
ada benda bersejarah peninggalan sejak zaman Belanda yang berumur
ratusan tahun telah ditemukan keberadaannya dibawah Stasiun Tanjung
Priok ini, yaitu adanya keberadaan bunker bawah tanah dengan pipa-pipa di dalamnya.
Bentangan pipa tua untuk sistem
pengairan, keramik di kedalaman air 50 cm dan tulang yang sudah berwarna
kehitaman berhasil ditemukan tim arkeolog dari kantor Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang.
“Benda yang kita temukan dalam penggalian
di ruang bawah tanah Stasiun Tanjung Priok akan dibawa untuk diteliti
lebih lanjut. Diperkirakan masih ada ruangan rahasia lainnya yang
diharapkan bisa segera terungkap,” jelas Juliadi, tim arkeolog, Kamis
(04/2/10).
Bukan hanya itu saja, tim evakuasi bunker
juga menemukan 3 ruang bawah tanah yang dipenuhi dengan air dan lumpur
yang akan digali secara bertahap.
Awal penggalian bunker dalam kondisi yang
menyeramkan dimana ketinggian air hingga sebetis dan dipenuhi lumpur.
Selain itu, banyaknya nyamuk yang merajalela diruang bawah tanah.
Setelah tim mulai melakukan penggalian kondisinya terlihat makin membaik karena terdapat cahaya dari luar.
Ia menyatakan, masih memusatkan
penggalian di ruang bawah tanah II dimana didalamnya ditemukan pipa tua
yang sudah berkarat dan membentang hingga menuju terowongan misteri yang
berukuran kecil.
“Saya belum bisa memastikan apa yang ada
didalam terowongan itu dan air yang berada di ruangan tersebut tergolong
jernih dan tidak mengeluarkan aroma yang tidak sedap,” ungkap Suedi
Ananta, tim arkeolog yang ikut melibatkan 9 tukang bangunan untuk
membantu proses penggalian.
Saat ini, tim arkeolog dari Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang semakin gencar menguak misteri
yang berada di terowongan yang berukuran kecil tersebut.
“Mereka menggali dengan sangat hati-hati
karena usia bangunan ini sudah sangat tua. Saya sangat takjub melihat
bahan yang digunakan untuk membuat tembok ternyata bukan dari bata merah
tetapi batako dan masih berdiri dengan kokohnya,” ujar Hardinun,
anggota tim evakuasi bunker Stasiun Tanjung Priok.
Sedangkan tim arkeolog sudah memulai
penggalian sejak Sabtu (27/2/10) lalu dan mereka menginap di lantai 2
yang memiliki ruang kamar tidur yang zaman dulunya digunakan sebagai
kamar hotel.
“Kami masih melakukan penggalian hingga 5
hari kedepan. Diharapkan bisa mendapatkan penemuan baru yang selama ini
menjadi misteri,” harap Hardinun kepada wisatapesisir.com yang ikut
menyaksikan langsung proses penggalian terowongan misteri.
Serangkaian misteri seputar bunker
Stasiun Tanjung Priok masih belum terpecahkan karena membutuhkan waktu
dan biaya yang cukup besar untuk menguaknya.
“Ada info terowongan ini menuju pulau
Onrust, museum fatahillah dan sebagainya namun masih belum pasti karena
perlu bukti yang nyata,” tutur Isroyadi, Kepala Stasiun Tanjung Priok.
Ditambahkannya, selain bunker, di Stasiun
Tanjung Priok juga memiliki wc VVIP yang masih dipertahankan ornamen
dan perlengkapannya.
“Hanya sedikit sekali yang dirubah
sehingga ornamennya terkesan modern namun unik,” tambah Isroyadi, Kepala
Stasiun Tanjung Priok.
Sejumlah ruangan antik nampak terlihat
sangat cantik dan tetap dalam kondisi terpelihara diantaranya dapur yang
lengkap dengan lemari makanannya, ruang kecil yang mirip dengan lift
namun menggunakan tali untuk mengantar bahan makanan, ruang dansa tempo
dulu, kantor, ruang resepsionis, kamar hotel dan lain-lain.
Bahkan nuansa mistik kental masih tercium di ruangan bawah tanah dan sejumlah lokasi lainnya.
“Selama saya bertugas disini tidak pernah
menemukan hal-hal yang menyeramkan namun ada beberapa orang yang
menyebutkan pernah melihat sosok orang Belanda yang berlalu lalang di
sejumlah ruangan,” ucap Isroyadi.
Sementara itu, rasa penasaran tim
arkeolog makin diuji terkait dengan penemuan terowongan berukuran kecil
yang berada di ruang bawah tanah Stasiun Tanjung Priok.
Maka pantaslah Stasiun Kereta Api Tanjung
Priok menjadi salah satu obyek wisata andalan Jakarta Utara yang
terangkum dalam 12 jalur wisata pesisir karena serangkaian misteri
peninggalan zaman Belanda masih menyelimuti lokasi tersebut.
Diharapkan penemuan ini bisa menarik
minat wisatawan lokal maupun mancanegara untuk berkunjung bisa menarik
minat wisatawan lokal maupun mancanegara untuk berkunjung.
Bunker Tanjung Priok Akan Dilestarikan
Pemerintah Kota Jakarta Utara belum
memiliki rencana pasti untuk mengembangkan penemuan terbaru mereka
tentang ruang bawah tanah di Stasiun Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Namun, buker ini masuk dalam program pelestarian PT Kereta Api
Indonesia.
Tim arkeolog dari Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala Serang sudah meneliti penemuan terbaru itu.
Menurut Juliadi, Pengawas arkeolog, bunker Stasiun Tanjung Priok
menyimpan segudang misteri.
Ada beberapa perubahan dan fungsi ruang bawah tanah Stasiun Tanjung Priok. Ada sisa jaringan pipa yang berada di empat ruang.
Selain itu, tim arkeolog beranggapan
ruang bawah tanah yang ada di lokasi Stasiun Tanjung Priok lebih
mengarah kepada ruangan yang mengatur sistem drainase dan diperkirakan
ada lokasi septictank lama tapi belum bisa dipastikan.
“Sejuah ini belum diketahui pasti rencana
untuk apa nantinya ruang bawah tanah yang berada dibawah program
pelestarian PT Kereta Api Indonesia,” ujar Juliandi , Rabu 10 Maret
2010.
Sebelumnya Walikota Jakarta Utara,
Bambang Sugiyono sudah meninjau situasi terbaru penggalian ruang bawah
tanah di Stasiun Tanjung Priok.
No comments:
Post a Comment